BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Model Pembelajaran Inkuiri
Inkuiri berasal dari kata to
inquire yang berarti ikut serta, atau terlibat, dalam mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, mencari informasi, dan melakukan penyelidikan. Ia
menambahkan bahwa pembelajaran inkuiri ini bertujuan untuk memberikan cara bagi
siswa untuk membangun kecakapan-kecakapan intelektual (kecakapan berpikir)
terkait dengan proses-proses berpikir reflektif. Jika berpikir menjadi tujuan
utama dari pendidikan, maka harus ditemukan cara-cara untuk membantu individu
untuk membangun kemampuan itu.
Model inkuiri merupakan salah satu
model pembelajaran yang menitikberatkan kepada aktifitas siswa dalam proses
belajar. Pembelajaran dengan model inkuiri pertama kali dikembangkan oleh
Richard Suchman tahun 1962 (Joyce, 2000). Ia menginginkan agar siswa bertanya
mengapa suatu peristiwa terjadi, kemudian ia mengajarkan pada siswa mengenai
prosedur dan menggunakan organisasi pengetahuan dan prinsip-prinsip umum. Siswa
melakukan kegiatan, mengumpulkan dan menganalisa data, sampai akhirnya siswa
menemukan jawaban dari pertanyaan itu.
Model inkuiri berarti suatu
rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan
siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis,
sehingga siswa dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri
(Gulo, 2002:84).
Selanjutnya Sanjaya (2008;196)
menyatakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi ciri utama strategi
pembelajaran inkuiri. Pertama, strategi inkuiri menekankan kepada
aktifitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya pendekatan
inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran,
siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru
secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi
pelajaran itu sendiri. Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa
diarahkan untuk mencari dan menemukan sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan,
sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief).
Artinya dalam pendekatan inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar,
akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. Aktvitas
pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antara guru dan
siswa, sehingga kemampuan guru dalam menggunakan teknik bertanya merupakan
syarat utama dalam melakukan inkuiri. Ketiga, tujuan dari penggunaan
strategi pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan intelektual
sebagai bagian dari proses mental, akibatnya dalam pembelajaran inkuiri siswa
tidak hanya dituntut agar menguasai pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka
dapat menggunakan potensi yang dimilikinya.
Model inkuiri didefinisikan oleh
Piaget (Sund dan Trowbridge, 1973) sebagai: Pembelajaran yang mempersiapkan
situasi bagi anak untuk melakukan eksperimen sendiri; dalam arti luas ingin
melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, ingin menggunakan
simbul-simbul dan mencari jawaban atas pertanyaan sendiri, menghubungkan
penemuan yang satu dengan penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukan
dengan yang ditemukan orang lain.
Kuslan Stone (Dahar,1991)
mendefinisikan model inkuiri sebagai pengajaran di mana guru dan anak
mempelajari peristiwa-peristiwa dan gejala-gejala ilmiah dengan pendekatan dan
jiwa para ilmuwan. Pengajaran berdasarkan inkuiri adalah suatu strategi yang
berpusat pada siswa di mana kelompok-kelompok siswa dihadapkan pada suatu
persoalan atau mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di dalam suatu
prosedur dan struktur kelompok yang digariskan secara jelas (Hamalik, 1991).
Wilson (Trowbridge, 1990)
menyatakan bahwa model inkuiri adalah sebuah model proses pengajaran yang
berdasarkan atas teori belajar dan perilaku. Inkuiri merupakan suatu cara
mengajar murid-murid bagaimana belajar dengan menggunakan keterampilan, proses,
sikap, dan pengetahuan berpikir rasional (Bruce & Bruce, 1992). Senada
dengan pendapat Bruce & Bruce , Cleaf (1991) menyatakan bahwa inkuiri
adalah salah satu strategi yang digunakan dalam kelas yang berorientasi proses.
Inkuiri merupakan sebuah strategi pengajaran yang berpusat pada siswa, yang
mendorong siswa untuk menyelidiki masalah dan menemukan informasi. Proses
tersebut sama dengan prosedur yang digunakan oleh ilmuwan sosial yang
menyelidiki masalah-masalah dan menemukan informasi.
Sementara itu, Trowbridge (1990)
menjelaskan model inkuiri sebagai proses mendefinisikan dan menyelidiki
masalah-masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, menemukan data,
dan menggambarkan kesimpulan masalah-masalah tersebut. Lebih lanjut, Trowbridge
mengatakan bahwa esensi dari pengajaran inkuiri adalah menata
lingkungan/suasana belajar yang berfokus pada siswa dengan memberikan bimbingan
secukupnya dalam menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmiah.
Senada dengan pendapat Trowbridge,
Amien (1987) dan Roestiyah (1998) mengatakan bahwa inkuiri adalah suatu
perluasan proses discovery yang digunakan dalam cara yang lebih dewasa. Sebagai
tambahan pada proses discovery, inkuiri mengandung proses mental yang lebih
tinggi tingkatannya, misalnya merumuskan masalah, merancang eksperimen,
melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, menarik kesimpulan,
menumbuhkan sikap objektif, jujur, hasrat ingin tahu, terbuka dan sebagainya.
Sebagai suatu model pembelajaran
dari sekian banyak model pembelajaran yang ada, inkuiri menempatkan guru
sebagai fasilitator, guru membimbing siswa yang diperlukan. Dalam model
pembelajaran ini, siswa didorong untuk berfikir sendiri, menganalisis sendiri,
sehingga dapat menemukan prinsip umum berdasarkan bahan atau data yang telah
disediakan guru. Sampai seberapa jauh siswa dibimbing, tergantung pada
kemampuannya dan materi yang sedang dipelajari.
Dengan model ini, siswa dihadapkan
kepada situasi bebas menyelidiki dan menarik simpulan. Terkaan, intuisi dan
mencoba-coba hendaknya dianjurkan guru bertindak sebagai petunjuk jalan, guru
membantu siswa agar mempergunakan ide, konsep, dan keterampilan yang sudah
mereka pelajari sebelumnya untuk mendapatkan pengetahuan yang baru. Pengajuan
pertanyaan yang tepat oleh guru merangsang aktivitas siswa dan membantu mereka
dalam menemukan pengetahuan yang baru tersebut. Perlu diingat bahwa model ini
memerlukan waktu yang relatif banyak dalam pelaksanaannya, tetapi hasil belajar
yang dicapai tentunya sebanding dengan waktu yang digunakan. Pengetahuan baru
dapat melekat lebih lama apabila siswa dilibatkan secara langsung dalam proses
pemahaman dan menkonstruksi sendiri konsep atau pengetahuan tersebut. Model ini
bisa dilakukan baik secara perseorangan maupun kelompok.
Secara sederhana, peran siswa dan
guru dalam model inkuiri ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Inkuiri
|
Peran Guru
|
Peran Siswa
|
Sedikit bimbingan
|
Menyatakan persoalan
|
Menemukan pemecahan
|
Banyak bimbingan
|
Menyatakan persoalan
Memberikan bimbingan
|
Mengikuti petunjuk
Menemukan penyelesaian
|
2.2 Langkah-langkah Pembelajaran Menggunakan
Model Pembelajaran Inkuiri
Sesuai dengan pokok bahasan yang
telah diuraikan di atas, maka tahap-tahap yang ditempuh dalam pembelajaran
menggunakan model inkuiri (Putrayasa, 1984), sebagai berikut.
1.
Tahap pertama (Menginformasikan tujuan pembelajaran)
Sebelum guru mengemukakan masalah
yang akan dikerjakan siswa, terlebih dahulu guru menentukan tujuan yang ingin
dicapai dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri tanpa memberi informasi
tentang teori yang akan dipelajari dan apersepsi. Selanjutnya, guru membagikan
sebuah LKS yang di dalamnya terdapat bacaan, mereka diberikan waktu beberapa
menit untuk memahami bacaan tersebut.
2.
Tahap kedua (Mengajukan permasalahan)
Pada tahap ini guru mengajukan
permasalahan (teka-teki) yang dapat menumbuhkan motivasi siswa untuk menemukan
pendapatnya. Permasalahan tersebut berupa tugas atau pertanyaan.
3.
Tahap ketiga (Siswa menetapkan hipotesis dan melakukan proses
penyelidikan).
Pada tahap ini siswa menetapkan
hipotesis/praduga jawaban untuk dikaji lebih lanjut. Hipotesis yang ditetapkan
berkaitan dengan permasalahan-permasalahan yang diajukan guru. Pada tahap ini
terdapat dua kemungkinan yang muncul, yaitu: (3.1) siswa secara spontan melakukan
penyelidikan atau penjelajahan tentang informasi/data untuk menguji hipotesis
yang ditetapkan, baik secara individu maupun secara kelompok. Selanjutnya,
siswa menarik kesimpulan; dan (3.2) siswa tidak banyak berusaha mencari
informasi untuk membuktikan hipotesis. Di sinilah guru membantu siswa,
mendorong melakukan kegiatan belajar untuk mencari informasi berkaitan dengan
permasalahan yang diajukan guru. Jawaban guru atas pertanyaan siswa hanya
berkisar ya atau tidak, karena dalam model inkuiri ini siswa
sendiri yang menemukan jawaban permasalahan yang diberikan oleh guru.
4.
Tahap keempat (Presentasi hasil penyelidikan oleh siswa).
Pada tahap ini siswa
mengidentifikasi beberapa kemungkinan jawaban/menarik simpulan. Selanjutnya,
guru mengumpulkan hasil penyelidikan/eksperimen. Agar seluruh siswa yang ada
dalam kelas terlibat untuk memecahkan permasalahan tersebut, maka setiap siswa
mendapat giliran untuk memberikan alasan atau hasil pekerjaannya. Dengan
demikian, siswa diarahkan untuk menjawab permasalahan tersebut.
5.
Tahap kelima (Penarikan simpulan bersama).
Pada tahap ini guru mengajak dan
membimbing siswa untuk merumuskan dan menemukan sendiri teori berdasarkan
fakta-fakta yang mereka temukan dari hasil tanya jawab di dalam kelas. Selanjutnya,
guru memberi komentar dan penjelasan tentang hasil temuan mereka dan
menjelaskan kembali teori atau konsep yang telah ditemukan.
Sanjaya (2008:202) menyatakan bahwa
pembelajaran inkuiri mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
2.3 Jenis-jenis Pembelajaran Inkuiri
Pendekatan inkuiri terbagi menjadi
tiga jenis berdasarkan besarnya intervensi guru terhadap siswa atau besarnya
bimbingan yang diberikan oleh guru kepada siswanya. Ketiga jenis pendekatan
inkuiri tersebut adalah:
1.
Inkuiri Terbimbing (guided inquiry approach)
Pendekatan inkuiri terbimbing yaitu
pendekatan inkuiri dimana guru membimbing siswa melakukan kegiatan dengan
memberi pertanyaan awal dan mengarahkan pada suatu diskusi. Guru mempunyai
peran aktif dalam menentukan permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya.
Pendekatan inkuiri terbimbing ini digunakan bagi siswa yang kurang
berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri. Dengan pendekatan ini siswa
belajar lebih beorientasi pada bimbingan dan petunjuk dari guru hingga siswa
dapat memahami konsep-konsep pelajaran. Pada pendekatan ini siswa akan
dihadapkan pada tugas-tugas yang relevan untuk diselesaikan baik melalui
diskusi kelompok maupun secara individual agar mampu menyelesaikan masalah dan
menarik suatu kesimpulan secara mandiri.
Pada dasarnya siswa selama proses
belajar berlangsung akan memperoleh pedoman sesuai dengan yang diperlukan. Pada
tahap awal, guru banyak memberikan bimbingan, kemudian pada tahap-tahap
berikutnya, bimbingan tersebut dikurangi, sehingga siswa mampu melakukan proses
inkuiri secara mandiri. Bimbingan yang diberikan dapat berupa
pertanyaan-pertanyaan dan diskusi multi arah yang dapat menggiring siswa agar
dapat memahami konsep pelajaran matematika. Di samping itu, bimbingan dapat
pula diberikan melalui lembar kerja siswa yang terstruktur. Selama
berlangsungnya proses belajar guru harus memantau kelompok diskusi siswa,
sehingga guru dapat mengetahui dan memberikan petunjuk-petunjuk dan scafolding
yang diperlukan oleh siswa.
2.
Inkuiri Bebas (free inquiry approach).
Pada umumnya pendekatan ini
digunakan bagi siswa yang telah berpengalaman belajar dengan pendekatan
inkuiri. Karena dalam pendekatan inkuiri bebas ini menempatkan siswa
seolah-olah bekerja seperti seorang ilmuwan. Siswa diberi kebebasan menentukan
permasalahan untuk diselidiki, menemukan dan menyelesaikan masalah secara
mandiri, merancang prosedur atau langkah-langkah yang diperlukan.
Selama proses ini, bimbingan dari
guru sangat sedikit diberikan atau bahkan tidak diberikan sama sekali. Salah
satu keuntungan belajar dengan metode ini adalah adanya kemungkinan siswa dalam
memecahkan masalah open ended dan mempunyai alternatif pemecahan masalah
lebih dari satu cara, karena tergantung bagaimana cara mereka mengkonstruksi
jawabannya sendiri. Selain itu, ada kemungkinan siswa menemukan cara dan solusi
yang baru atau belum pernah ditemukan oleh orang lain dari masalah yang
diselidiki.
Sedangkan belajar dengan metode ini
mempunyai beberapa kelemahan, antara lain: 1) waktu yang diperlukan untuk menemukan
sesuatu relatif lama sehingga melebihi waktu yang sudah ditetapkan dalam
kurikulum, 2) karena diberi kebebasan untuk menentukan sendiri permasalahan
yang diselidiki, ada kemungkinan topik yang diplih oleh siswa di luar konteks
yang ada dalam kurikulum, 3) ada kemungkinan setiap kelompok atau individual
mempunyai topik berbeda, sehingga guru akan membutuhkan waktu yang lama untuk
memeriksa hasil yang diperoleh siswa, 4) karena topik yang diselidiki antara
kelompok atau individual berbeda, ada kemungkinan kelompok atau individual
lainnya kurang memahami topik yang diselidiki oleh kelompok atau individual
tertentu, sehingga diskusi tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan.
3.
Inkuiri Bebas yang Dimodifikasikan ( modified free inquiry
approach)
Pendekatan ini merupakan kolaborasi
atau modifikasi dari dua pendekatan inkuiri sebelumnya, yaitu: pendekatan
inkuiri terbimbing dan pendekatan inkuiri bebas. Meskipun begitu permasalahan
yang akan dijadikan topik untuk diselidiki tetap diberikan atau mempedomani
acuan kurikulum yang telah ada. Artinya, dalam pendekatan ini siswa tidak dapat
memilih atau menentukan masalah untuk diselidiki secara sendiri, namun siswa
yang belajar dengan pendekatan ini menerima masalah dari gurunya untuk
dipecahkan dan tetap memperoleh bimbingan. Namun bimbingan yang diberikan lebih
sedikit dari Inkuiri terbimbing dan tidak terstruktur.
Dalam
pendekatan inkuiri jenis ini guru membatasi memberi bimbingan, agar siswa
berupaya terlebih dahulu secara mandiri, dengan harapan agar siswa dapat
menemukan sendiri penyelesaiannya. Namun, apabila ada siswa yang tidak dapat
menyelesaikan permasalahannya, maka bimbingan dapat diberikan secara tidak
langsung dengan memberikan contoh-contoh yang relevan dengan permasalahan yang
dihadapi, atau melalui diskusi dengan siswa dalam kelompok lain. Selain itu,
penulis berpendapat bahwa pendekatan inkuiri bebas kurang sesuai diterapkan
dalam pembelajaran matematika, karena dalam proses pembelajaran matematika
topik yang diajarkan sudah ditetapkan dalam silabus kurikulum matematika,
sehingga siswa tidak perlu mencari atau menetapkan sendiri permasalahan yang
akan dipelajari
2.4 Contoh Model Pembelajaran
Kegiatan inti [ Contoh
Model Pembelajaran Inkuiri]:
Fase 1: Pemberian Masalah
ΓΌ Membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS), kemudian mengajukan pertanyaan “ Pada temperatur berapakah :
a) 5 ml air suling (aquades) membeku?
b) 5 ml larutan garam (NaCl) membeku?
c) 5 ml larutan sirup membeku?
d) Manakah yang akan membeku terlebih dahulu?”
Fase 2: Membuat Hipotesis
Siswa membuat hipotesis terhadap masalah yang diberikan dan menuliskannya pada LKS yang diberikan.
Fase 3: Percobaan
v Siswa melakukan pengujian terhadap hipotesis yang mereka ajukan dengan melakukan percobaan “Sifat Koligatif Larutan (Penurunan Titik Beku Larutan)”
v Siswa melakukan pengamatan dan mencatat dengan cermat dan teliti hasil observasi percobaan mereka.
Fase 4: Mengevaluasi Hipotesis
- Siswa menganalisis data hasil percobaan, membuat pembahasan atas hasil yang mereka peroleh dengan membandingkan pada literatur yang ada untuk membuktikan kebenaran hipotesis yang mereka buat, dan menjawab pertanyaan yang ada di LKS.
- Meminta siswa untuk melaporkan hasil percobaan mereka dengan mempresentasikannya (pada kegiatan ini dibuka forum tanya jawab terhadap hasil percobaan), kemudian diskusi diarahkan oleh guru agar siswa mendapatkan konsep-konsep berikut:
a.) Larutan adalah suatu campuran homogen dari molekul, atom ataupun ion dari dua zat atau lebih.
b.) Pelarut adalah komponen utama suatu larutan yang berwujud cairan.
c.) Zat terlarut adalah komponen lain yang dapat berbentuk gas, cairan ataupun zat padat yang terlarut kedalam komponen utama.
d.) Titik beku adalah temperatur pada saat zat padat dan cair suatu zat berada dalam kesetimbangan ( suhu saat suatu zat mulai membeku).
Penutup
Fase 5: Membuat Keputusan
– Siswa menyimpulkan hasil pembelajaran.
– Meminta siswa untuk menyusun laporan tertulis sebagai tugas.
Fase 1: Pemberian Masalah
ΓΌ Membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS), kemudian mengajukan pertanyaan “ Pada temperatur berapakah :
a) 5 ml air suling (aquades) membeku?
b) 5 ml larutan garam (NaCl) membeku?
c) 5 ml larutan sirup membeku?
d) Manakah yang akan membeku terlebih dahulu?”
Fase 2: Membuat Hipotesis
Siswa membuat hipotesis terhadap masalah yang diberikan dan menuliskannya pada LKS yang diberikan.
Fase 3: Percobaan
v Siswa melakukan pengujian terhadap hipotesis yang mereka ajukan dengan melakukan percobaan “Sifat Koligatif Larutan (Penurunan Titik Beku Larutan)”
v Siswa melakukan pengamatan dan mencatat dengan cermat dan teliti hasil observasi percobaan mereka.
Fase 4: Mengevaluasi Hipotesis
- Siswa menganalisis data hasil percobaan, membuat pembahasan atas hasil yang mereka peroleh dengan membandingkan pada literatur yang ada untuk membuktikan kebenaran hipotesis yang mereka buat, dan menjawab pertanyaan yang ada di LKS.
- Meminta siswa untuk melaporkan hasil percobaan mereka dengan mempresentasikannya (pada kegiatan ini dibuka forum tanya jawab terhadap hasil percobaan), kemudian diskusi diarahkan oleh guru agar siswa mendapatkan konsep-konsep berikut:
a.) Larutan adalah suatu campuran homogen dari molekul, atom ataupun ion dari dua zat atau lebih.
b.) Pelarut adalah komponen utama suatu larutan yang berwujud cairan.
c.) Zat terlarut adalah komponen lain yang dapat berbentuk gas, cairan ataupun zat padat yang terlarut kedalam komponen utama.
d.) Titik beku adalah temperatur pada saat zat padat dan cair suatu zat berada dalam kesetimbangan ( suhu saat suatu zat mulai membeku).
Penutup
Fase 5: Membuat Keputusan
– Siswa menyimpulkan hasil pembelajaran.
– Meminta siswa untuk menyusun laporan tertulis sebagai tugas.
2.5
Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Inkuiri
Pembelajaran
inquiry dengan metode Suchman menggunakan pertanyaan-pertanyaan yandiajukan
kepada siswa sebagai alternative untuk prosedur pengumpulan data. Inkuiri
Suchnan seperti yang dikutip oleh Kardi (2003:10) mempunyai 2 kelebihan yaitu :
- Penelitian dapat diselesaikan dalam waktu satu periode pertemuan. Waktu yang singkat ini memungkinkan siswa dapat mengalami siklus inkiri dengan cepat, dan dengan pelatihan merekaakan terampil melakukan inkuiri
- Lebih efektif dalam senua bidang di dalam kurikulum.
Pendekatan
pembelajaran ini sangat cocok untuk materi pelajaran yang bersifat kognitif.
Kelemahannya ialah antara lain; memakan waktu banyak (time consuming), dan
kalau kurang terpimpin dan terarah, dapat menjurus pada kekacauan dan kekaburan
atas materi yang dipelajarinya. (Rusyan ,1999 : 177-178)
2.6. Peran guru Terhadap Model Pembelajaran
Inkuiri
Dalam pendekatan
inkuiri jenis ini guru membatasi memberi bimbingan, agar siswa berupaya
terlebih dahulu secara mandiri, dengan harapan agar siswa dapat menemukan
sendiri penyelesaiannya. Namun, apabila ada siswa yang tidak dapat
menyelesaikan masalahnya. Maka bimbingan dapat diberikan secara tidak langsung
dengan memberikan contoh-contoh relevan dengan permasalahan yang dihadapi, atau
melalui diskusi dengan siswa dalam kelompok lain.
Dalam
model pembelajaran inkuiri guru mesti mampu menciptakan kelas sebagai
laboraturium demokrasi, supaya pelajar terlatih dan terbisa berbeda pendapat.
Kebiasaan ini penting dikondisikan sejak dibangku sekolah, agar pelajar
memiliki sikap jujur, sportif dalam mengakui kekurangannya sendiri dan siap
menerima pendapat orang lain yang lebih baik, serta mampu mencari penyelesaian
masalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar