MENGENAL BANTEN LEBIH MENDALAM
“Kejayaan Banten yang pernah
menembus dunia internasional harus dijaga dan lebih ditingkatkan dalam
perkembangannya. Karya Syeikh Nawawi Al Bantani, sampai sekarang masih menjadi rujukan
referensi di Universitas Al Azhar Kairo, Mesir dan beberapa universitas
terkenal di timur tengah. Bahkan Banten pernah memiliki mata uang sendiri yang
digunakan untuk berdagang dengan dunia luar. Bahkan orang-orang Barat dari
Denmark, Portugis, Belanda bisa hidup berdampingan di Banten. Ini mencerminkan
betapa kejayaan Banten demikian maju saat itu,”
“Adanya kesultanan Banten, masjid
agung, dan menara adalah simbol nilai-nilai religius yang telah lama tertanam
dalam masyarakat Banten,”
Demikian ungkapan Dr. Hidayat
Nurwahid, mantan Presiden PKS yang sekarang menjadi ketua MPR, tiga tahun yang
lalu dalam seminar “Membangun Kembali Kejayaan Banten” yang digelar oleh Dewan
Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) propinsi Banten, Sabtu
(27/9), di Hotel Mahadria, Alun-Alun, Serang.
Banyak yang mesti dikenali lebih
mendalam tentang Banten oleh para kader PKS terkait kepentingan partai dakwah
ini memenangkan PILKADA Banten akhir 2006. Terlebih jika dilakukan pendataan
kader, maka jumlah kader PKS dipropinsi Banten tidak sedikit yang berasal dari
daerah diluar Propinsi Banten.
Bahkan, mungkin kader yang merupakan orang perantauan jumlahnya lebih banyak jika dibanding dengan putra daerah yang asli Banten.
Bahkan, mungkin kader yang merupakan orang perantauan jumlahnya lebih banyak jika dibanding dengan putra daerah yang asli Banten.
Oleh karena itu, menjadi keharusan
bagi setiap kader untuk mengenal Banten lebih dalam, baik tentang; sejarah,
budaya, penduduk, penyebaran agama, pendidikan maupun potensi kewilayahan, demi
upaya yang optimal untuk memenangkan PILKADA.
Sejarah Banten
Banten sebagaimana nama suatu wilayah sudah dikenal dan diperkenalkan sejak abad ke 14. Mula-mula Banten merupakan pelabuhan yang sangat ramai disinggahi kapal dan dikunjungi pedagang dari berbagai wilayah hingga orang Eropa yang kemudian menjajah bangsa ini. Pada tahun 1330 orang sudah menganal sebuah negara yang saat itu disebut Panten, yang kemudian wilayah ini dikuasai oleh Majapahit di bawah Mahapatih Gajah Mada dan Raja Hayam Wuruk.
Banten sebagaimana nama suatu wilayah sudah dikenal dan diperkenalkan sejak abad ke 14. Mula-mula Banten merupakan pelabuhan yang sangat ramai disinggahi kapal dan dikunjungi pedagang dari berbagai wilayah hingga orang Eropa yang kemudian menjajah bangsa ini. Pada tahun 1330 orang sudah menganal sebuah negara yang saat itu disebut Panten, yang kemudian wilayah ini dikuasai oleh Majapahit di bawah Mahapatih Gajah Mada dan Raja Hayam Wuruk.
Pada masa-masa itu Kerajaan
Majapahit dan Kerjaan Demak merupakan dua kekuatan terbesar di Nusantara. Tahun
1524 - 1525 para pedagang Islam berdatangan ke Banten dan saat itulah dimulai
penyebaran agama Islam di Banten. Sekitar dua abad kemudian berdiri Kadipaten
Banten di Surasowan pada 8 Oktober 1526. Pada tahun 1552 - 1570 Maulana
Hasanudin Panembahan Surasowan menjadi Sultan Banten pertama.
Kesultanan Banten
Kesultanan Banten berawal ketika Kesultanan Demak memperluas
pengaruhnya ke daerah barat. Pada tahun 1524-1525, Sunan Gunung Jati bersama
pasukan Demak menaklukkan penguasa lokal di Banten, dan mendirikan Kesultanan
Banten yang berafiliasi ke Demak.
Anak dari Sunan Gunung Jati
(Hasanudin) menikah dengan seorang putri dari Sultan Trenggono dan melahirkan
dua orang anak. Anak yang pertama bernama Maulana Yusuf. Sedangkan anak kedua
menikah dengan anak dari Ratu Kali Nyamat dan menjadi Penguasa Jepara.
Terjadi perebutan kekuasaan setelah
Maulana Yusuf wafat (1570). Pangeran Jepara merasa berkuasa atas Kerajaan
Banten daripada anak Maulana Yusuf yang bernama Maulana Muhammad karena Maulana
Muhammad masih terlalu muda. Akhirnya Kerajaan Jepara menyerang Kerajaan
Banten. Perang ini dimenangkan oleh Kerajaan Banten karena dibantu oleh para
ulama.
Kerajaan Banten mencapai puncak
kejayaannya pada masa pemerintahan Abu Fatah Abdulfatah atau lebih dikenal
dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. Saat itu Pelabuhan Banten telah menjadi
pelabuhan internasional sehingga perekonomian Banten maju pesat.
Sultan Ageng Tirtayasa
Sultan Ageng Tirtayasa lahir tahun
1631, adalah putra Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad yang menjadi Sultan Banten
periode 1640-1650. Ketika kecil, ia bergelar Pangeran Surya. Ketika ayahnya
wafat, ia diangkat menjadi Sultan Muda yang bergelar Pangeran Ratu atau
Pangeran Dipati. Setelah kakeknya meninggal dunia, ia diangkat sebagai sultan
dengan gelar Sultan Abdul Fathi Abdul Fattah. Nama Sultan Ageng Tirtayasa
berasal ketika ia mendirikan keraton baru di dusun Tirtayasa (terletak di
Kabupaten Serang).
Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa di
Kesultanan Banten pada periode 1651 - 1682. Ia memimpin banyak perlawanan
terhadap Belanda. Masa itu, VOC menerapkan perjanjian monopoli perdagangan yang
merugikan Kesultanan Banten. Kemudian Tirtayasa menolak perjanjian ini dan
menjadikan Banten sebagai pelabuhan terbuka.
Saat itu, Sultan Ageng Tirtayasa
ingin mewujudkan Banten sebagai kerajaan Islam terbesar. Di bidang ekonomi, Tirtayasa
berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan membuka sawah-sawah baru dan
mengembangkan irigasi. Di bidang keagamaan, ia mengangkat Syekh Yusuf sebagai
mufti kerajaan dan penasehat sultan.
Ketika terjadi sengketa antara kedua
putranya, Sultan Haji dan Pangeran Purbaya, Belanda ikut campur dengan
bersekutu dengan Sultan Haji untuk menyingkirkan Sultan Ageng Tirtayasa. Saat
Tirtayasa mengepung pasukan Sultan Haji di Sorosowan (Banten), Belanda membantu
Sultan Haji dengan mengirim pasukan yang dipimpin oleh Kapten Tack dan de Saint
Martin.
Banten Pasca Kemerdekaan
Setelah memasuki masa kemerdekaan, muncul keinginan rakyat
Banten untuk membentuk sebuah propinsi. Niatan tersebut pertama kali mencuat di
tahun 1953 yang kemudian pada 1963 terbentuk Panitia Propinsi Banten di Pendopo
Kabupaten Serang. Dalam pertemuan antara Panitia Propinsi Banten dengan DPRD-GR
sepakat untuk memperjuangkan terbentuknya Propinsi Banten.
Pada tanggal 25 Oktober 1970 Sidang
Pleno Musyawarah Besar Banten mengesahkan Presidium Panitia Pusat Propinsi
Banten. Namun ternyata perjuangan untuk membentuk Propinsi Banten dan terpisah
dari Jawa Barat tidaklah mudah dan cepat. Selama masa Orde Baru keinginan
tersebut belum bisa direalisir.
Pada Orde Reformasi perjuangan
masyarakat Banten semakin gigih karena mulai terasa semilirnya angin demokrasi
dan isu tentang otonomi daerah. Pada 18 Juli 1999 diadakan Deklarasi Rakyat
Banten di Alun-alun Serang yang kemudian Badan Pekerja Komite Panitia Propinsi
Banten menyusun Pedoman Dasar serta Rencana Kerja dan Rekomendasi Komite
Pembentukan Propinsi Banten (PBB).
Sejak itu mulai terbentuk Sub-sub
Komite PBB di berbagai wilayah di Banten untuk memperkokoh dukungan
terbentuknya Propinsi Banten. Setelah melalui perjuangan panjang dan melelahkan
akhirnya pada 4 Oktober 2000 Rapat Paripurna DPR-RI mengesahkan RUU Propinsi
Banten menjadi Undang-undang No. 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Propinsi
Banten.
Banten menjadi Propinsi
Provinsi ini dulunya merupakan
bagian dari provinsi Jawa Barat, namun dipisahkan sejak tahun 2000, dengan
keputusan Undang-undang no.23 tahun 2000. Wilayahnya mencakup sisi barat dari
Provinsi Jawa Barat, yaitu Serang, Lebak, Pandeglang, Cilegon, dan Tangerang.
Ibukotanya Serang.
Tanggal 17 Oktober 2000 Presiden
Abdurrahman Wahid mengesahkan UU No. 23 Tahun 2000 tentang PBB. Sebulan setelah
itu pada 18 Nopember 2000 dilakukan peresmian Propinsi Banten dan pelantikan
Pejabat Gubernur H. Hakamudin Djamal untuk menjalankan pemerintah propinsi
sementara waktu itu sebelum terpilihnya Gubernur Banten definitif. Pada tahun
2002 DPRD Banten memilih Dr. Ir. Djoko Munandar, MEng dan Hj. Atut Chosiyah
sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Banten pertama.
Propinsi Banten terletak pada koordinat 5°7′50" -
7°1′11" LS dan 105°1′11" - 106°’12" BT dengan Ibukota Propinsi
adalah Serang. Luas wilayahnya mencapai 9.160,70 km2 dengan jumlah penduduk
7.451.300 jiwa (2003). Ragam suku bangsa yang mendiami propinsi ini
diantaranya: suku Banten, Sunda, Baduy, Jawa, dan Lampung, dan lain-lain.
Adapun penyebaran agama yang dianut oleh masyarakat Banten adalah; Agama Islam
(96,6%), Kristen (1,2%), Katolik (1%), Budha (0,7%), dan Hindu (0,4%). Bahasa
komunikasi sehari-hari yang digunakan dalam masyarakat antara lain Bahasa
Indonesia, Jawa-Banten, Sunda, dan Jawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar