Sabtu, 19 Desember 2015

Atap Rumah Banten



Objek Pengamatan      : Atap Rumah Banten
Lokasi Pengamatan     : Bnten Lama dan Kampung Simangu Walantaka
Waktu Pengamatan     : Selasa, 10 November 2015
Hasil Pengamatan       :
Atap Rumah Adat Banten biasanya terdapat pada rumah adat banten, saat ini hanya tersisa sedikit penduduk banten yang bermukim menggunakan rumah adat tersebut. Mayoritas dari mereka berada di daerah baduy. Atap rumah terbagi pada dua sisi kanan dan sisi kiri. Atap sebelah kiri di bangun lebih panjang di bandingkan atap sebelah kanan. Ini di maksudkan supaya satu sisi yang lebih panjang memberikan kehangatan yang lebih. Selain itu, juga untuk menambah ruangan yang bisa di pakai. Karena pasti anggota keluarga akan terus bertambah. Kemudian, bagian paling atas atau pucuk, pertemuan antara sisi kiri dan sisi kanan di buat cabik. Fungsinya untuk menahan air hujan yang turun. Selain untuk fungsi tadi, cabik ini juga merupakan lambang lingkaran hidup mereka.
Ciri khas berikutnya ialah, atap yang di pakai bukan seperti kebanyakan yang sering kita temui. Mereka tidak memakai genting. Rata-rata yang di pakai sebagai atap terbuat dari bahan yang sangat sederhana, biasanya dari ijuk, daun kelapa atau daun aren yang di keringkan. Ini adalah bagian adat yang harus di patuhi. Bagian dari kepercayaan yang sangat mereka yakini. Hal ini berhubungan karena genting itu berbahan dari tanah. Artinya, kalau memakai atap dari genting, sama saja mengubur diri sendiri. Sedangkan tanah hanya di peruntukan untuk orang mati saja. Seperti peribahasa mereka “terletak antara dunia bawah – yaitu tanah - dan dunia atas – yaitu langit -. Karena rumah memiliki pangkat yang lebih tinggi, yaitu dunia atas, maka di larang di letakan lebih rendah dari tanah.
Atap rumah adat baduy terbuat dari daun yang disebut sulah nyanda. Pengertian dari nyanda adalah posisi atau sikap bersandar wanita yang baru melahirkan. Sikap menyandarnya tidak tegak lurus, tetapi agak merebah ke belakang. Jenis atap sulah nyanda tidak berbeda jauh dengan jenis atap julang ngapak. Jenis atap julang ngapak memiliki dua atap tambahan di kedua sisinya, atap jenis sulah nyanda hanya memiliki satu atap tambahan yang disebut curugan. Salah satu sulah nyanda ini dibuat lebih panjang dan memiliki kemiringan yang lebih rendah pada bagian bawah rangka atap. Atapnya terdiri dari dua bagian kiri dan kanan. Atap sebelah kirinya biasanya panjang dari atap sebelah kanan. Tujuannya selain untuk mendapatkan kehangatan karena sisi atap menjadi lebih rendah, juga untuk menambah ruangan, lantaran jumlah anggota keluarga dalam rumah itu bertambah.
Pada pertemuan bagian pucuk atap kiri dan kanan itu, di buat cabik untuk mengatur air agar tidak masuk kedalam rumah. Pembuatan cabik ini pun, berkaitan dengan kepercayaan mengenai lambang lingkaran hidup.
Konstruksi rumah Baduy terbentuk atap rangka menggunakan bahan kayu dan bambu. Bagian atap membentuk bangun segitiga yang meruncing ke atas melambangkan buana nyuncung (Garna, 1985). Atap bangunan terbentuk oleh tiga rarangki atau rangka kuda-kuda atap dalam arah melintang bangunan (sulah nyanda) dan dua buah panglari atau konstruksi kuda-kuda dalam arah memanjang bangunan. Penutup atap bangunan menggunakan bahan kirai dan ijuk. Konstruksi atap bangunan Baduy Dalam tidak menggunakan plafon sebagai penyekat atap dengan ruang. Rangka pendukung atap bangunan Baduy dibuat dengan bahan bambu dan kuda-kuda bangunan menggunakan kayu. Konstruksi atap terdiri atas bagian terbawah, yaitu kuda-kuda. Bahan untuk kuda-kuda atap terbuat dari kayu dengan dimensi 8 x 12 cm. Di atas kuda-kuda terdapat gordeng yang terbuat dari bambu gede atau apus berukuran 8-10 cm, dan di atas gordeng ditempatkan usuk yang terbuat dari bambu apus dan tali dengan diameter 6 cm. Di atas usuk disusun atap kirai yang sudah dirangkai sebelumnya. Atap kirai dianyam pada bambu tali yang dibelah yang berfungsi sebagai reng. Ukuran satu lembar atap kirai adalah 75 x 150 m. Penyusunan atap kirai sebagai penutup atap berjarak 1 tangan. Di puncak atap, yaitu bagian bubungan(wuwung) dan pada perpotongan bidang atap ditutup dengan belahan bambu yang di atasnya dipasang penutup ijuk. Penutup ini dimaksudkan untuk mencegah atap agar tidak bocor. Konstruksi atap ditopang dengan kolom kayu berdimensi 10 x 15 cm2. Pada dinding sopi-sopi atap dibuat lubang ventilasi atap yang berdimensi 6 x 8 cm2. Bahan yang dipergunakan untuk kuda-kuda adalah kayu huru, laban atau kihiang. Untuk gordeng dan kaso menggunakan bambu gede, apus. Demikian pula, bahan untuk reng dipergunakan bambu apus dan tali yang dibelah. Pada bagian atas ruang tidak ditutup plafon, tetapi terdapat para para atap yang dipergunakan sebagai gudang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar