Objek
Pengamatan : Atap Rumah Banten
Lokasi
Pengamatan : Bnten Lama dan Kampung
Simangu Walantaka
Waktu
Pengamatan : Selasa, 10 November 2015
Hasil
Pengamatan :
Atap Rumah Adat Banten
biasanya terdapat pada rumah adat banten, saat ini hanya tersisa sedikit
penduduk banten yang bermukim menggunakan rumah adat tersebut. Mayoritas dari
mereka berada di daerah baduy. Atap rumah terbagi pada dua sisi kanan dan sisi kiri.
Atap sebelah kiri di bangun lebih panjang di bandingkan atap sebelah kanan. Ini
di maksudkan supaya satu sisi yang lebih panjang memberikan kehangatan yang
lebih. Selain itu, juga untuk menambah ruangan yang bisa di pakai. Karena pasti
anggota keluarga akan terus bertambah. Kemudian, bagian paling atas atau pucuk,
pertemuan antara sisi kiri dan sisi kanan di buat cabik. Fungsinya untuk
menahan air hujan yang turun. Selain untuk fungsi tadi, cabik ini juga
merupakan lambang lingkaran hidup mereka.
Ciri khas berikutnya ialah, atap
yang di pakai bukan seperti kebanyakan yang sering kita temui. Mereka tidak
memakai genting. Rata-rata yang di pakai sebagai atap terbuat dari bahan yang
sangat sederhana, biasanya dari ijuk, daun kelapa atau daun aren yang di
keringkan. Ini adalah bagian adat yang harus di patuhi. Bagian dari kepercayaan
yang sangat mereka yakini. Hal ini berhubungan karena genting itu berbahan dari
tanah. Artinya, kalau memakai atap dari genting, sama saja mengubur diri
sendiri. Sedangkan tanah hanya di peruntukan untuk orang mati saja. Seperti
peribahasa mereka “terletak antara dunia bawah – yaitu tanah - dan dunia atas –
yaitu langit -. Karena rumah memiliki pangkat yang lebih tinggi, yaitu dunia
atas, maka di larang di letakan lebih rendah dari tanah.
Atap rumah adat baduy terbuat dari
daun yang disebut sulah nyanda. Pengertian dari nyanda
adalah posisi atau sikap bersandar wanita yang baru melahirkan. Sikap
menyandarnya tidak tegak lurus, tetapi agak merebah ke belakang. Jenis atap
sulah nyanda tidak berbeda jauh dengan jenis atap julang ngapak. Jenis atap
julang ngapak memiliki dua atap tambahan di kedua sisinya, atap jenis sulah
nyanda hanya memiliki satu atap tambahan yang disebut curugan. Salah satu sulah
nyanda ini dibuat lebih panjang dan memiliki kemiringan yang lebih rendah pada
bagian bawah rangka atap. Atapnya terdiri dari dua bagian kiri dan kanan. Atap
sebelah kirinya biasanya panjang dari atap sebelah kanan. Tujuannya selain
untuk mendapatkan kehangatan karena sisi atap menjadi lebih rendah, juga untuk
menambah ruangan, lantaran jumlah anggota keluarga dalam rumah itu bertambah.
Pada pertemuan bagian pucuk atap
kiri dan kanan itu, di buat cabik untuk mengatur air agar tidak masuk kedalam
rumah. Pembuatan cabik ini pun, berkaitan dengan kepercayaan mengenai lambang
lingkaran hidup.
Konstruksi rumah Baduy
terbentuk atap rangka menggunakan bahan kayu dan bambu. Bagian atap membentuk
bangun segitiga yang meruncing ke atas melambangkan buana nyuncung (Garna,
1985). Atap bangunan terbentuk oleh tiga rarangki atau rangka kuda-kuda
atap dalam arah melintang bangunan (sulah nyanda) dan dua buah panglari
atau konstruksi kuda-kuda dalam arah memanjang bangunan. Penutup atap
bangunan menggunakan bahan kirai dan ijuk. Konstruksi atap bangunan Baduy Dalam
tidak menggunakan plafon sebagai penyekat atap dengan ruang. Rangka pendukung
atap bangunan Baduy dibuat dengan bahan bambu dan kuda-kuda bangunan
menggunakan kayu. Konstruksi atap terdiri atas bagian terbawah, yaitu
kuda-kuda. Bahan untuk kuda-kuda atap terbuat dari kayu dengan dimensi 8 x 12
cm. Di atas kuda-kuda terdapat gordeng yang terbuat dari bambu gede atau apus
berukuran 8-10 cm, dan di atas gordeng ditempatkan usuk yang terbuat dari bambu
apus dan tali dengan diameter 6 cm. Di atas usuk disusun atap kirai yang sudah
dirangkai sebelumnya. Atap kirai dianyam pada bambu tali yang dibelah yang
berfungsi sebagai reng. Ukuran satu lembar atap kirai adalah 75 x 150 m.
Penyusunan atap kirai sebagai penutup atap berjarak 1 tangan. Di puncak atap,
yaitu bagian bubungan(wuwung) dan pada perpotongan bidang atap ditutup
dengan belahan bambu yang di atasnya dipasang penutup ijuk. Penutup ini
dimaksudkan untuk mencegah atap agar tidak bocor. Konstruksi atap ditopang
dengan kolom kayu berdimensi 10 x 15 cm2. Pada dinding sopi-sopi atap dibuat
lubang ventilasi atap yang berdimensi 6 x 8 cm2. Bahan yang dipergunakan untuk
kuda-kuda adalah kayu huru, laban atau kihiang. Untuk gordeng dan
kaso menggunakan bambu gede, apus. Demikian pula, bahan untuk reng dipergunakan
bambu apus dan tali yang dibelah. Pada bagian atas ruang tidak ditutup plafon,
tetapi terdapat para para atap yang dipergunakan sebagai gudang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar