Filsafat Tentang Hakikat Alam
A. Filsafat Tentang Hakikat Alam
Apakah
Alam itu qadim (azali), ataukah muhdats (diciptakan dari ketiadaan)?
Bagaimanakah alam diciptakan? Dari apakah alam diciptakan ?semuanya itu
merupakan problema pokok yang dibahas para ulama ahli kalam. Kaum
filosof berpegang pada pendapat yang mereka warisi dari orang Yunani:
bahwa Alam adalah qadim (Azali). Ini dengan tegas dinyatakan
Aristoteles, dan kurang tegas dinyatakan oleh Plato dan Plotinus.
Menurut Plato, Alam memang qadim, tetapi Tuhanlah yang mengaturnya.[1]
Berbicara
tentang hakikat alam ada beberapa argumen, salah satu diantaranya
adalah argumen kosmologis. Argumen ini disebut juga argumen
sebab-musabab, yang timbul dari paham bahwa alam adalah bersifat (
mumkin-contingent ) dan bukan bersifat wajib (wajib-necessary)
dalam wujudnya. Dengan lain kata karena alam adalah alam yang
dijadikan, maka mesti ada zat yang menjadikannya.
Argumen
kosmologis ini adalah argumen yang tua sekali seperti halnya dengan
argumen ontologis. Kalau argumen ontologis berasal dari Plato, maka
argumen kosmologis berasal dari Aristoteles ( 384-322 SM ), murid
Plato.[2]
Hakikat alam menurut pandangan Filosof-filosof Barat :
- Menurut Isaac Newton (1725 M).
Dari temuannya yang terkenal ”Mechanistic determinisme”
atau hukum mekanik. Dengan ditemukannya hukum mekanik ini oleh Newton,
maka tersibaklah rahasia kerja alam sehingga campur tangan Tuhan
terhadap alam seperti yang dijelaskan oleh agama dipandang tidak begitu
penting lagi.
2. Menurut Laplace, merupakan pengikut kuat Newton (Abad 18).
Menurutnya
peran Tuhan dalam teori penciptaan hanya sebagai hipotesa, bahkan
hipotesa yang tidak diperlukan lagi karena telah dapat dijelaskan
secara sempurna oleh hukum mekanik tentang bagaimana cara bekerja alam
semesta.
3. Menurut Paham Deisme.
Bahwa
setelah penciptaannya oleh Tuhan, alam telah lepas tangan. Ia tidak
lagi mencampuri urusan ciptaan-Nya. Tak ubahnya seperti jam tangan yang
telah lepas dari hubungan pembuatnya. Sebuah teori yang dikenal dengan
”clock maker theory”. Paham Deisme ini timbul pada abad 17
dan berasal dari Falsafat Newton (1642-1727) yang mengatakan Tuhan
hanya pencipta alam dan jika ada kerusakan baru alam perlu pada Tuhan
untuk memperbaiki kerusakan yang timbul itu. Dengan Demikian orang
melihat bahwa perlunya Tuhan bagi alam menjadi kecil.
4. Menurut para pendukung Paham Naturalisme.
Alam
telah dipandang independen dari campur tangan Ilahi dan telah mencapai
otonominya yang telah maksimal, bahkan kerap dipandang telah
menciptakan dirinya (self generation)dan beroperasi dengan sendirinya (self operating).[3]
5. Menurut ajaran Neo-Platonisme.
Mengatakan bahwa alam terjadi dari wujud yang pertama secara otomatis (dharurah) tanpa kehendak. Neo-Platonisme berpandangan jika setiap wujud sampai pada kesempurnaan akan melahirkan (beremanasi).
Karena
itu, wujud yang sempurna selalu beremanasi, yakni menimbulkan hal yang
kekal, dari segi wujud lebih rendah darinya sedangkan dari segi
keluasaan lebih besar. Prinsip emanasi inilah yang kemudian diambil
oleh Al-Farabi dan Ibnu Sina, sehingga terbentuk suatu prinsip bahwa
alam adalah qadim karena berasal dari yang qadim (Tuhan ).[4]
6. Menurut Paham Panteisme.
Pan
berarti seluruh. Panteisme dengan demikian mengandung arti seluruhnya
ada dalam keseluruhannya ialah Tuhan dan Tuhan ialah semua yang ada
dalam keseluruhannya. Benda-benda yang dapat ditangkap dengan panca
indra adalah bagian dari Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar