Minggu, 20 Desember 2015

Apa Itu Kearifan Lokal ?

Apa Itu Kearifan Lokal ?

Sebelum membahas pendapat saya mengenai kearifan lokal, lebih baik saya jelaskan apa arti dari kearifan lokal itu sendiri. Pasti diantara kalian para pembaca belum begitu mengerti apa sebenarnya yang dimaksud dengan kearifan lokal itu ? Apakah itu sebuah makanan ? Atau sebuah mainan ? yang jelas bukan keduanya. Karena pengertian kearifan lokal yang sebenarnya adalah sebagai berikut :
Kearifan lokal, terdiri dari dua kata yaitu kearifan (wisdom) atau kebijaksanaan dan lokal (local) atau setempat. Jadi kearifan lokal adalah gagasan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.

Menurut Gobyah nilai terpentingnya adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Secara konseptual, kearifan lokal dan keunggulan lokal merupakan kebijaksanaan manusia yang bersandar pada filosofi nilai-nilai, etika, cara-cara dan perilaku yang melembaga secara tradisional.

Menurut Antariksa (2009), kearifan lokal merupakan unsur bagian dari tradisi-budaya masyarakat suatu bangsa, yang muncul menjadi bagian-bagian yang ditempatkan pada tatanan fisik bangunan (arsitektur) dan kawasan (perkotaan) dalam geografi kenusantaraan sebuah bangsa. Dari penjelasan beliau dapat dilihat bahwa kearifan lokal merupakan langkah penerapan dari tradisi yang diterjemahkan dalam artefak fisik. Hal terpenting dari kearifan lokal adalah proses sebelum implementasi tradisi pada artefak fisik, yaitu nilai-nilai dari alam untuk mengajak dan mengajarkan tentang bagaimana ‘membaca’ potensi alam dan menuliskannya kembali sebagai tradisi yang diterima secara universal oleh masyarakat, khususnya dalam berarsitektur. Nilai tradisi untuk menselaraskan kehidupan manusia dengan cara menghargai, memelihara dan melestarikan alam lingkungan. Hal ini dapat dilihat bahwa semakin adanya penyempurnaan arti dan saling mendukung, yang intinya adalah memahami bakat dan potensi alam tempatnya hidup; dan diwujudkannya sebagai tradisi.
Definisi kearifan lokal secara bebas dapat diartikan nilai-nilai budaya yang baik yang ada di dalam suatu masyarakat. Hal ini berarti, untuk mengetahui suatu kearifan lokal di suatu wilayah maka kita harus bisa memahami nilai-nilai budaya yang baik yang ada di dalam wilayah tersebut. Kalau mau jujur, sebenarnya nilai-nilai kearifan lokal ini sudah diajarkan secara turun temurun oleh orang tua kita kepada kita selaku anak-anaknya. Budaya gotong royong, saling menghormati dan tepa salira merupakan contoh kecil dari kearifan lokal.
Berdasarkan definisi-definisi di atas saya membuat definisi dengan pendapat saya sendiri. Menurut saya sendiri, kearifan lokal adalah sesuatu yang memiliki nilai-nilai budaya yang baik yang sebenarnya sudah diajarkan semenjak lama dari nenek moyang kita terdahulu.

Mengenal Banten Mengenal Cinta

Mengenal Banten Mengenal Cinta


              Mengenal Banten Mengenal Cinta

Menjadi salah satu dari jutaan perantau yang terdapat didaerah salelit itu antara pilihan dan kebutuhan. Dan di Banten inilah aku berlabuh hingga sekarang. Secara perlahan mengenal Banten mengenal pula histori, kebudayaan dan peradabannya. Dan di Banten pula aku mengenal cinta dan perjuangan.

Para akademisi dan seniman yang saya temui di Rumah Dunia banyak berbicara tentang kejayaan masa lalu. Ihwal pertama kekaguman itu mulai muncul saat berziarah ke Bendungan Lama Pamarayan beberapa tahun silam. Perjalananku memang baru secuil melangkah dari mulut pintu. Kemudian beberapa kali berkumpul dengan pemerhati Banten. Konon Banten adalah wilayah yang kaya raya di Pejaten punya produk unggulan bawang merah bangunan kerajaan Surosoan dan Kaibon yang megah. Penyulingan air dari Tasik Kardi yang sampai saat ini jadi penelitian. Pintu gerbang ekonomi dari Karangantu. Pada masanya menjadi pelabuhan terbesar di Asia dan Banten mendapat julukan Singapurnya Indonesia.

Itu Banten yang dulu, sekarang membaca Banten membaca keprihatinan. Prihatin juga dengan daerahku, saat membaca berita Brebes menjadi kabupaten yang termiskin di Jawa Tengah. Ah, itu hanya survei dari penelitian suatu lembaga. Meski dari seluruh kabupaten di Jateng Brebes bukan urutan terakhir soal UMK terendahm Toh kemakmuran warga kembali kepada penduduk asli yang merasakannya.

Aku jadi ingat waktu lebaran kemarin mudik. Dafa, keponakanku lagi-lagi nyinyir "Harusnya semua kebun dan sawah dibuat perumahan, jalan diaspal dan dikasih lampu" usai melihat lingkungan sekitar yang dikelilingi kebun dan sawah yang luas. Bisa jadi ini adalah kesimpulan kecil yang terekam dalam otak anak sesuai apa yang dia lihat dilingkungan terdekatnya. Dan benar saja, sepanjang Cisait sampai Ciujung sudah ada 6 perumahan yang dibangun, dan 2 lagi sedang penggarapan lahan tanah menurut developer Elsalim Group yang akan membangun perumahan Griya Sakinah.

Kami pendatang dan kami menumpang kemudian menetap. Itu hanya sebagian wilayah kecil yang dijadikan perumahan, belum termasuk Serang, Cilegon, Cikande dan Tangerang. Perlahan menggusur tanah menjadi gelaran bangunan, menebang pepohonan diganti atap, menggilas lahan sawah menjadi jalan.

Tidak ada asap jika tidak ada api, tidak mungkin jika ada sumber mata pencahariaan yang tidak diserbu. Bagian dari konsekwensi, selain itu pemandangan sampah, kontrakan kumuh yang tak beraturan, gaya hidup yang bergeser juga termasuk didalam perubahannya.

Berangkat dari situ tingkat keprihatinanku makin menumpuk. Disamping para petinggi yang terkesan mengabaikan. Lagi-lagi izin pembangunan pabrik, perumahan tidak dipersulit, pejabat terkait terlibat makan uang rakyat, jalanan rusak, jembatan roboh, bayi busung lapar, sungai tercemar.

Bantenku sayang Bantenku malang. Aku sudah menjadi bagianmu sejak 8 tahun lalau, bahkan KTP dan pasporku beralamatkan Pipitan Walantaka Serang. Mencintaimu rasanya tak harus muluk-muluk. Cukup menjadi warga yang baik, taat hukum dan sadar lingkungan adalah bekal berharga. Membuang sampah pada tempatnya, mematuhi lalu lintas dan mampu berbagi kebahagiaan dengan sekitar.

Mengapa berbagi kebahagiaan? Hampir setiap hari karyawan dilanda macet di perempatan Tambak, sepagi itu mereka dibuat stress dengan keadaan. Sementara penyebabnya dari banyak arah. Tepat musim berangkat pekerja dan pengguna jalan juga yang semua ingin cepat sampai tujuan. Sampai -sampai nikung kanan, kiri jalan dua arah dipenuhi. Akibatnya jalan mampet dan tak terurai, mengular memanjang dari kedua arah. Banyak pula yang menyerobot jalan jadi pemandangan sehari-hari.

Bertemu dengan banyak orang sering menjadi obat. Terutama kami pekerja. Salah satu rutinitas membunuh waktu dalam produktifitas.PT. Nikomas, tempat kerja kami menjadi wadah pemersatu bangsa. Berbagai suku kami temui, dari Jawa, sunda, batak, Palembang ada. Begitu juga suasana dalam tiap perumahan. Bhineka Tunggal Ika dalam setiap kebersamaan. Ciri, adat, khas yang beragam menyatukan kami. Belajar menghargai perbedaan, menjunjung nilai menghormati dan ki membaur. kerukunan itu terjalin bersama kebahagiaan bersosialisasi, khususnya untuk warga karyawan, umumnya untuk Banten.

MENGENAL BANTEN LEBIH MENDALAM

MENGENAL BANTEN LEBIH MENDALAM




“Kejayaan Banten yang pernah menembus dunia internasional harus dijaga dan lebih ditingkatkan dalam perkembangannya. Karya Syeikh Nawawi Al Bantani, sampai sekarang masih menjadi rujukan referensi di Universitas Al Azhar Kairo, Mesir dan beberapa universitas terkenal di timur tengah. Bahkan Banten pernah memiliki mata uang sendiri yang digunakan untuk berdagang dengan dunia luar. Bahkan orang-orang Barat dari Denmark, Portugis, Belanda bisa hidup berdampingan di Banten. Ini mencerminkan betapa kejayaan Banten demikian maju saat itu,”
“Adanya kesultanan Banten, masjid agung, dan menara adalah simbol nilai-nilai religius yang telah lama tertanam dalam masyarakat Banten,”
Demikian ungkapan Dr. Hidayat Nurwahid, mantan Presiden PKS yang sekarang menjadi ketua MPR, tiga tahun yang lalu dalam seminar “Membangun Kembali Kejayaan Banten” yang digelar oleh Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) propinsi Banten, Sabtu (27/9), di Hotel Mahadria, Alun-Alun, Serang.
Banyak yang mesti dikenali lebih mendalam tentang Banten oleh para kader PKS terkait kepentingan partai dakwah ini memenangkan PILKADA Banten akhir 2006. Terlebih jika dilakukan pendataan kader, maka jumlah kader PKS dipropinsi Banten tidak sedikit yang berasal dari daerah diluar Propinsi Banten.
Bahkan, mungkin kader yang merupakan orang perantauan jumlahnya lebih banyak jika dibanding dengan putra daerah yang asli Banten.
Oleh karena itu, menjadi keharusan bagi setiap kader untuk mengenal Banten lebih dalam, baik tentang; sejarah, budaya, penduduk, penyebaran agama, pendidikan maupun potensi kewilayahan, demi upaya yang optimal untuk memenangkan PILKADA.
Sejarah Banten

Banten sebagaimana nama suatu wilayah sudah dikenal dan diperkenalkan sejak abad ke 14. Mula-mula Banten merupakan pelabuhan yang sangat ramai disinggahi kapal dan dikunjungi pedagang dari berbagai wilayah hingga orang Eropa yang kemudian menjajah bangsa ini. Pada tahun 1330 orang sudah menganal sebuah negara yang saat itu disebut Panten, yang kemudian wilayah ini dikuasai oleh Majapahit di bawah Mahapatih Gajah Mada dan Raja Hayam Wuruk.
Pada masa-masa itu Kerajaan Majapahit dan Kerjaan Demak merupakan dua kekuatan terbesar di Nusantara. Tahun 1524 - 1525 para pedagang Islam berdatangan ke Banten dan saat itulah dimulai penyebaran agama Islam di Banten. Sekitar dua abad kemudian berdiri Kadipaten Banten di Surasowan pada 8 Oktober 1526. Pada tahun 1552 - 1570 Maulana Hasanudin Panembahan Surasowan menjadi Sultan Banten pertama.
Kesultanan Banten
Kesultanan Banten berawal ketika Kesultanan Demak memperluas pengaruhnya ke daerah barat. Pada tahun 1524-1525, Sunan Gunung Jati bersama pasukan Demak menaklukkan penguasa lokal di Banten, dan mendirikan Kesultanan Banten yang berafiliasi ke Demak.
Anak dari Sunan Gunung Jati (Hasanudin) menikah dengan seorang putri dari Sultan Trenggono dan melahirkan dua orang anak. Anak yang pertama bernama Maulana Yusuf. Sedangkan anak kedua menikah dengan anak dari Ratu Kali Nyamat dan menjadi Penguasa Jepara.
Terjadi perebutan kekuasaan setelah Maulana Yusuf wafat (1570). Pangeran Jepara merasa berkuasa atas Kerajaan Banten daripada anak Maulana Yusuf yang bernama Maulana Muhammad karena Maulana Muhammad masih terlalu muda. Akhirnya Kerajaan Jepara menyerang Kerajaan Banten. Perang ini dimenangkan oleh Kerajaan Banten karena dibantu oleh para ulama.
Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Abu Fatah Abdulfatah atau lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. Saat itu Pelabuhan Banten telah menjadi pelabuhan internasional sehingga perekonomian Banten maju pesat.
Sultan Ageng Tirtayasa
Sultan Ageng Tirtayasa lahir tahun 1631, adalah putra Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad yang menjadi Sultan Banten periode 1640-1650. Ketika kecil, ia bergelar Pangeran Surya. Ketika ayahnya wafat, ia diangkat menjadi Sultan Muda yang bergelar Pangeran Ratu atau Pangeran Dipati. Setelah kakeknya meninggal dunia, ia diangkat sebagai sultan dengan gelar Sultan Abdul Fathi Abdul Fattah. Nama Sultan Ageng Tirtayasa berasal ketika ia mendirikan keraton baru di dusun Tirtayasa (terletak di Kabupaten Serang).
Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa di Kesultanan Banten pada periode 1651 - 1682. Ia memimpin banyak perlawanan terhadap Belanda. Masa itu, VOC menerapkan perjanjian monopoli perdagangan yang merugikan Kesultanan Banten. Kemudian Tirtayasa menolak perjanjian ini dan menjadikan Banten sebagai pelabuhan terbuka.
Saat itu, Sultan Ageng Tirtayasa ingin mewujudkan Banten sebagai kerajaan Islam terbesar. Di bidang ekonomi, Tirtayasa berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan membuka sawah-sawah baru dan mengembangkan irigasi. Di bidang keagamaan, ia mengangkat Syekh Yusuf sebagai mufti kerajaan dan penasehat sultan.
Ketika terjadi sengketa antara kedua putranya, Sultan Haji dan Pangeran Purbaya, Belanda ikut campur dengan bersekutu dengan Sultan Haji untuk menyingkirkan Sultan Ageng Tirtayasa. Saat Tirtayasa mengepung pasukan Sultan Haji di Sorosowan (Banten), Belanda membantu Sultan Haji dengan mengirim pasukan yang dipimpin oleh Kapten Tack dan de Saint Martin.
Banten Pasca Kemerdekaan
http://photos1.blogger.com/blogger/6535/3530/320/banten05.jpgSetelah memasuki masa kemerdekaan, muncul keinginan rakyat Banten untuk membentuk sebuah propinsi. Niatan tersebut pertama kali mencuat di tahun 1953 yang kemudian pada 1963 terbentuk Panitia Propinsi Banten di Pendopo Kabupaten Serang. Dalam pertemuan antara Panitia Propinsi Banten dengan DPRD-GR sepakat untuk memperjuangkan terbentuknya Propinsi Banten.
Pada tanggal 25 Oktober 1970 Sidang Pleno Musyawarah Besar Banten mengesahkan Presidium Panitia Pusat Propinsi Banten. Namun ternyata perjuangan untuk membentuk Propinsi Banten dan terpisah dari Jawa Barat tidaklah mudah dan cepat. Selama masa Orde Baru keinginan tersebut belum bisa direalisir.
Pada Orde Reformasi perjuangan masyarakat Banten semakin gigih karena mulai terasa semilirnya angin demokrasi dan isu tentang otonomi daerah. Pada 18 Juli 1999 diadakan Deklarasi Rakyat Banten di Alun-alun Serang yang kemudian Badan Pekerja Komite Panitia Propinsi Banten menyusun Pedoman Dasar serta Rencana Kerja dan Rekomendasi Komite Pembentukan Propinsi Banten (PBB).
Sejak itu mulai terbentuk Sub-sub Komite PBB di berbagai wilayah di Banten untuk memperkokoh dukungan terbentuknya Propinsi Banten. Setelah melalui perjuangan panjang dan melelahkan akhirnya pada 4 Oktober 2000 Rapat Paripurna DPR-RI mengesahkan RUU Propinsi Banten menjadi Undang-undang No. 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Propinsi Banten.
Banten menjadi Propinsi
Provinsi ini dulunya merupakan bagian dari provinsi Jawa Barat, namun dipisahkan sejak tahun 2000, dengan keputusan Undang-undang no.23 tahun 2000. Wilayahnya mencakup sisi barat dari Provinsi Jawa Barat, yaitu Serang, Lebak, Pandeglang, Cilegon, dan Tangerang. Ibukotanya Serang.
Tanggal 17 Oktober 2000 Presiden Abdurrahman Wahid mengesahkan UU No. 23 Tahun 2000 tentang PBB. Sebulan setelah itu pada 18 Nopember 2000 dilakukan peresmian Propinsi Banten dan pelantikan Pejabat Gubernur H. Hakamudin Djamal untuk menjalankan pemerintah propinsi sementara waktu itu sebelum terpilihnya Gubernur Banten definitif. Pada tahun 2002 DPRD Banten memilih Dr. Ir. Djoko Munandar, MEng dan Hj. Atut Chosiyah sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Banten pertama.
Propinsi Banten terletak pada koordinat 5°7′50" - 7°1′11" LS dan 105°1′11" - 106°’12" BT dengan Ibukota Propinsi adalah Serang. Luas wilayahnya mencapai 9.160,70 km2 dengan jumlah penduduk 7.451.300 jiwa (2003). Ragam suku bangsa yang mendiami propinsi ini diantaranya: suku Banten, Sunda, Baduy, Jawa, dan Lampung, dan lain-lain. Adapun penyebaran agama yang dianut oleh masyarakat Banten adalah; Agama Islam (96,6%), Kristen (1,2%), Katolik (1%), Budha (0,7%), dan Hindu (0,4%). Bahasa komunikasi sehari-hari yang digunakan dalam masyarakat antara lain Bahasa Indonesia, Jawa-Banten, Sunda, dan Jawa.

Sejarah Bahasa Jawa Menjadi Bahasa Asli Banten

Sejarah Bahasa Jawa Menjadi Bahasa Asli Banten

Menurut sejarahnya, bahasa Jawa Banten mulai dituturkan di zaman Kesultanan Banten pada abad ke-16  sekitar 1526 diawal-awal terbentuknya kesultanan banten di bawah Sultan Maulana Hasanuddin. Di zaman itu, bahasa Jawa yang diucapkan di Banten tiada bedanya dengan bahasa di Cirebon, sedikit diwarnai dialek Banyumasan, ya karena Sultan Maulana Hasanuddin sendiri merupakan Putera Sunang Gunung Jati raja kesultanan Cirebon. Asal muasal kerajaan Banten memang berasal laskar gabungan Demak dan Cirebon yang berhasil merebut wilayah pesisir utara Kerajaan Pajajaran, setelah sebelumnya merebut Sunda kelapa daro tangan portugis. Namun, bahasa Jawa Banten mulai terlihat bedanya dalam perjalanan kesultanan Banten, apa lagi daerah penuturannya dikelilingi daerah penuturan bahasa Sunda bekas masyarakat Pajajaran.
mataram1700Bahasa ini menjadi bahasa utama Kesultanan Banten (tingkatan bebasan) yang menempati Keraton Surosowan. Bahasa ini juga menjadi bahasa sehari – harinya warga Banten Lor (Banten Utara), sedangkan bantyen Kidul (Banten Selatan) masih didominasi bahasa Sunda. Bahasa Jawa Banten atau bahasa Jawa dialek Banten ini dituturkan di bagian utara Kabupaten Serang, Kota Serang, Kota Cilegon dan daerah barat Kabupaten Tangerang. Dialek ini dianggap sebagai dialek kuno juga banyak pengaruh bahasa Sunda dan Betawi.Bahasa Jawa di Banten terdapat dua tingkatan. Yaitu tingkatan bebasan (krama) dan standar. Suku yang mendiami wilyah Banten pun ada 4 suku : Banten, Baduy, Sunda dan Betawi
Dalam bahasa Jawa dialek Banten (Jawa Serang), pengucapan huruf ‘e’, ada dua versi. ada yang diucapkan ‘e’ saja, seperti pada kata “teman”. Dan juga ada yang diucapkan ‘a’, seperti pada kata “Apa”. Daerah yang melafalkan ‘a’ adalah kecamatan Keragilan, Kibin, Cikande, Kopo, Pamarayan, dan daerah timurnya. Sedangkan daerah yang melafalkan ‘e’ adalah kecamatan Serang,Cipocok Jaya, Kasemen, Bojonegara, Kramatwatu, Ciruas, Anyer, dan seberang baratnya.Itulah asal mula terjadinya dialek Banten.
Contoh :
• ‘kule’, dibaca ‘kula’ atau ‘kule’. (artinya, saya)
• ‘ore’, dibaca ‘ora’ atau ‘ore’. (artinya, tidak)
• ‘pire’, dibaca ‘pira’ atau ‘pire’ (artinya, berapa)
Contoh :
(B.Jawa Banten tingkat bebasan)
• Pripun kabare? Kakang ayun ning pundi?
• Sampun dahar dereng?
• Permios, kule boten uning griyane kang Haban niku ning pundi?
• Kasihe sinten?
• Kasihe Haban Ghazali lamun boten salah.
• Oh, wenten ning payun koh.
• Matur nuhun nggih, kang.
• Yewis, napik dolanan saos nggih!
• Kang Haban! Ning pundi saos? boten ilok kepetuk!
• Napik mengkoten, geh!
• Kule linggar sareng teh Toyah ning pasar.
• Ayun tumbas sate Bandeng sios.
(B.Jawa Banten tingkat standar)
• Kepremen kabare? Sire arep ning endi?
• Wis mangan durung?
• Punten, kite ore weruh umahe kang Haban kuwen ning endi?
• Arane sape?
• Arane Haban Ghazali ari ore salah.
• Oh, ning arep koh.
• Nuhun ye, kang.
• Yewis, aje memengan bae ye!
• Kang Haban! Ning endi bae? ore ilok kependak!
• Aje mengkonon, Geh!
• Kite lunge kare teh Toyah ning pasar.
• Arep tuku sate Bandeng siji.
(B.Indonesia)
• Bagaimana kabarnya? Kamu mau kemana?
• Sudah makan belum?
• Maaf, saya tidak tahu rumahnya kang Haban itu dimana?
• Namanya siapa?
• Namanya Haban Ghazali kalau tidak salah.
• Oh, di depan tuh.
• Terima kasih ya, kang.
• Ya sudah, jangan bermain saja ya!
• Kang Haban! Kemana saja? tidak pernah bertemu!
• Jangan begitu, geh!
• Saya pergi dengan teh Toyah ke pasar.
• Mau beli sate Bandeng satu.
B. Indonesia B. Jawa Banten Standar B. Jawa Banten Halus / Bebasan
bagaimana kepremen / premen kepripun / pripun
baju kelambi kelambi
barat kulon kulon
beli tuku tumbas
belum durung dereng
bertemu kependak kepetuk
bisa bise bangkit
dan lan kalawan
dari sing saking
datang teke rawuh
dengan kare sareng
habis enték/enteng telas
ikut melu / milu milet
ini kiyen puniki / iki
itu kuwen puniku / iku
iya iye nggih
jangan aje napik
jawa jawe jawi
juga uga ugi
kamu sire tidak ada bentuk halusnya
katanya jerehe cepene
kenapa kelipen kelipun
kepala endas sirah
lagi maning malih
maaf hampura hampura
makan mangan dahar
mata mata soca
mau gelem Ayun
masuk manjing melebet
minta / mohon nyejaluk ngende
nama aran kasih
nasi sekul sege
percaya percaye percanten
pergi lunge linggar
permisi punten permios
punya duwe darbe
rumah umah griye
sangat temen pisan
saudara dulur dulur
sekarang siki seniki
selatan kidul kidul
semuanya kabeh sedanten
siapa sape sinten
sudah wis sampun
terima kasih nuhun matur/hatur nuhun
tidak ore boten
tidur turu sare, tilem
timur etan wetan
tunggu tonggoni tenggeni
utara lor lor
waktu wayah waktos
yang sing ingkang

Asal Usul Suku Baduy/Kanekes Banten

Asal Usul Suku Baduy/Kanekes Banten


Photography by Barry Kusuma
www.barrykusuma.com (Indonesia & Asia Images)
Orang Kanekes atau orang Baduy adalah suatu kelompok masyarakat adat Sunda di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Sebutan "Baduy" merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang agaknya mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang merupakan masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden). Kemungkinan lain adalah karena adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut. Mereka sendiri lebih suka menyebut diri sebagai urang Kanekes atau "orang Kanekes" sesuai dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu kepada nama kampung mereka seperti Urang Cibeo (Garna, 1993).



Bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Sunda dialek a–Banten. Untuk berkomunikasi dengan penduduk luar mereka lancar menggunakan Bahasa Indonesia, walaupun mereka tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari sekolah. Orang Kanekes 'dalam' tidak mengenal budaya tulis, sehingga adat istiadat, kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang hanya tersimpan di dalam tuturan lisan saja.


Menurut kepercayaan yang mereka anut, orang Kanekes mengaku keturunan dari Batara Cikal, salah satu dari tujuh dewa atau batara yang diutus ke bumi. Asal usul tersebut sering pula dihubungkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama. Menurut kepercayaan mereka, Adam dan keturunannya, termasuk warga Kanekes mempunyai tugas bertapa atau asketik (mandita) untuk menjaga harmoni dunia.

Pendapat mengenai asal-usul orang Kanekes berbeda dengan pendapat para ahli sejarah, yang mendasarkan pendapatnya dengan cara sintesis dari beberapa bukti sejarah berupa prasasti, catatan perjalanan pelaut Portugis dan Tiongkok, serta cerita rakyat mengenai 'Tatar Sunda' yang cukup minim keberadaannya. Masyarakat Kanekes dikaitkan dengan Kerajaan Sunda yang sebelum keruntuhannya pada abad ke-16 berpusat di Pakuan Pajajaran (sekitar Bogor sekarang). Sebelum berdirinya Kesultanan Banten, wilayah ujung barat pulau Jawa ini merupakan bagian penting dari Kerajaan Sunda. Banten merupakan pelabuhan dagang yang cukup besar. Sungai Ciujung dapat dilayari berbagai jenis perahu, dan ramai digunakan untuk pengangkutan hasil bumi dari wilayah pedalaman. Dengan demikian penguasa wilayah tersebut, yang disebut sebagai Pangeran Pucuk Umum menganggap bahwa kelestarian sungai perlu dipertahankan. Untuk itu diperintahkanlah sepasukan tentara kerajaan yang sangat terlatih untuk menjaga dan mengelola kawasan berhutan lebat dan berbukit di wilayah Gunung Kendeng tersebut. Keberadaan pasukan dengan tugasnya yang khusus tersebut tampaknya menjadi cikal bakal Masyarakat Baduy yang sampai sekarang masih mendiami wilayah hulu Sungai Ciujung di Gunung Kendeng tersebut (Adimihardja, 2000). Perbedaan pendapat tersebut membawa kepada dugaan bahwa pada masa yang lalu, identitas dan kesejarahan mereka sengaja ditutup, yang mungkin adalah untuk melindungi komunitas Baduy sendiri dari serangan musuh-musuh Pajajaran.



Ada versi lain dari sejarah suku baduy, dimulai ketika Kian Santang putra prabu siliwangi pulang dari arabia setelah berislam di tangan sayyidina Ali. Sang putra ingin mengislamkan sang prabu beserta para pengikutnya. Di akhir cerita, dengan 'wangsit siliwangi' yang diterima sang prabu, mereka berkeberatan masuk islam, dan menyebar ke penjuru sunda untuk tetap dalam keyakinannya. Dan Prabu Siliwangi dikejar hingga ke daerah lebak (baduy sekarang), dan bersembunyi hingga ditinggalkan. Lalu sang prabu di daerah baduy tersebut berganti nama dengan gelar baru Prabu Kencana Wungu, yang mungkin gelar tersebut sudah berganti lagi. Dan di baduy dalamlah prabu siliwangi bertahta dengan 40 pengikut setianya, hingga nanti akan terjadi perang saudara antara mereka dengan kita yang diwakili oleh ki saih seorang yang berupa manusia tetapi sekujur tubuh dan wajahnya tertutupi oleh bulu-bulu laiknya monyet.dan ki saih ini kehadirannya di kita adalah atas permintaan para wali kepada Allah agar memenangkan kebenaran.


Kepercayaan masyarakat Kanekes yang disebut sebagai Sunda Wiwitan berakar pada pemujaan kepada arwah nenek moyang (animisme) yang pada perkembangan selanjutnya juga dipengaruhi oleh agama Budha, Hindu, dan Islam. Inti kepercayaan tersebut ditunjukkan dengan adanya pikukuh atau ketentuan adat mutlak yang dianut dalam kehidupan sehari-hari orang Kanekes (Garna, 1993). Isi terpenting dari 'pikukuh' (kepatuhan) Kanekes tersebut adalah konsep "tanpa perubahan apapun", atau perubahan sesedikit mungkin:
Lojor heunteu beunang dipotong, pèndèk heunteu beunang disambung.
(Panjang tidak bisa/tidak boleh dipotong, pendek tidak bisa/tidak boleh disambung)

Objek kepercayaan terpenting bagi masyarakat Kanekes adalah Arca Domas, yang lokasinya dirahasiakan dan dianggap paling sakral. Orang Kanekes mengunjungi lokasi tersebut untuk melakukan pemujaan setahun sekali pada bulan Kalima, yang pada tahun 2003 bertepatan dengan bulan Juli. Hanya puun yang merupakan ketua adat tertinggi dan beberapa anggota masyarakat terpilih saja yang mengikuti rombongan pemujaan tersebut. Di kompleks Arca Domas tersebut terdapat batu lumpang yang menyimpan air hujan.



Apabila pada saat pemujaan ditemukan batu lumpang tersebut ada dalam keadaan penuh air yang jernih, maka bagi masyarakat Kanekes itu merupakan pertanda bahwa hujan pada tahun tersebut akan banyak turun, dan panen akan berhasil baik. Sebaliknya, apabila batu lumpang kering atau berair keruh, maka merupakan pertanda kegagalan panen (Permana, 2003a).Bagi sebagian kalangan, berkaitan dengan keteguhan masyarakatnya, kepercayaan yang dianut masyarakat adat Kanekes ini mencerminkan kepercayaan keagamaan masyarakat Sunda secara umum sebelum masuknya Islam.



Baduy Luar
Baduy Luar merupakan orang-orang yang telah keluar dari adat dan wilayah Baduy Dalam. Ada beberapa hal yang menyebabkan dikeluarkanya warga Baduy Dalam ke Baduy Luar. Pada dasarnya, peraturan yang ada di baduy luar dan baduy dalam itu hampir sama, tetapi baduy luar lebih mengenal teknologi dibanding baduy dalam.
Penyebab
Mereka telah melanggar adat masyarakat Baduy Dalam.
Berkeinginan untuk keluar dari Baduy Dalam
Menikah dengan anggota Baduy Luar


Proses Pembangunan Rumah penduduk Baduy Luar telah menggunakan alat-alat bantu, seperti gergaji, palu, paku, dll, yang sebelumnya dilarang oleh adat Baduy Dalam.
Menggunakan pakaian adat dengan warna hitam atau biru tua (untuk laki-laki), yang menandakan bahwa mereka tidak suci. Kadang menggunakan pakaian modern seperti kaos oblong dan celana jeans.



Baduy Dalam

Baduy Dalam adalah bagian dari keseluruhan Suku Baduy. Tidak seperti Baduy Luar, warga Baduy Dalam masih memegang teguh adat istiadat nenek moyang mereka.
Sebagian peraturan yang dianut oleh suku Baduy Dalam antara lain:
Tidak diperkenankan menggunakan kendaraan untuk sarana transportasi
Tidak diperkenankan menggunakan alas kaki
Pintu rumah harus menghadap ke utara/selatan (kecuali rumah sang Puun)
Larangan menggunakan alat elektronik (teknologi)Menggunakan Kain berwarna hitam/putih sebagai pakaian yang ditenun dan dijahit sendiri serta tidak diperbolehkan menggunakan pakaian modern.


Masyarakat Kanekes yang sampai sekarang ini ketat mengikuti adat istiadat bukan merupakan masyarakat terasing, terpencil, ataupun masyarakat yang terisolasi dari perkembangan dunia luar. Berdirinya Kesultanan Banten yang secara otomatis memasukkan Kanekes ke dalam wilayah kekuasaannya pun tidak lepas dari kesadaran mereka. Sebagai tanda kepatuhan/pengakuan kepada penguasa, masyarakat Kanekes secara rutin melaksanakan seba ke Kesultanan Banten (Garna, 1993). Sampai sekarang, upacara seba tersebut terus dilangsungkan setahun sekali, berupa menghantar hasil bumi (padi, palawija, buah-buahan) kepada Gubernur Banten (sebelumnya ke Gubernur Jawa Barat)



Pada saat ini orang luar yang mengunjungi wilayah Kanekes semakin meningkat sampai dengan ratusan orang per kali kunjungan, biasanya merupakan remaja dari sekolah, mahasiswa, dan juga para pengunjung dewasa lainnya. Mereka menerima para pengunjung tersebut, bahkan untuk menginap satu malam, dengan ketentuan bahwa pengunjung menuruti adat-istiadat yang berlaku di sana. Aturan adat tersebut antara lain tidak boleh berfoto di wilayah Baduy Dalam, tidak menggunakan sabun atau odol di sungai. Namun demikian, wilayah Kanekes tetap terlarang bagi orang asing (non-WNI). Beberapa wartawan asing yang mencoba masuk sampai sekarang selalu ditolak masuk.

Pada saat pekerjaan di ladang tidak terlalu banyak, orang Baduy juga senang berkelana ke kota besar sekitar wilayah mereka dengan syarat harus berjalan kaki. Pada umumnya mereka pergi dalam rombongan kecil yang terdiri dari 3 sampai 5 orang, berkunjung ke rumah kenalan yang pernah datang ke Baduy sambil menjual madu dan hasil kerajinan tangan. Dalam kunjungan tersebut biasanya mereka mendapatkan tambahan uang untuk mencukupi kebutuhan hidup.

atom bohr



Hasil pengamatan spektroskopis terhadap spektrum atom Hidrogen telah membuka kelemahan-kelemahan model atom Rutherford. Dari kenyataan ini dapat ditafsirkan beberapa kemungkinan:
1. Model atom Rutherford salah, atau
2. Teori Elektrodinamika klasik salah, atau
3. Model atom Rutherford dan teori Elektrodinamika klasik hanya berlaku untuk batas-batas tertentu.
Pada tahun 1913, Niels Bohr (1885-1962) menyusun model atom Hidrogen berdasarkan model atom Rutherford dan teori Kuantum. Model ini menggambarkan atom sebagai sebuah inti kecil bermuatan positif yang dikelilingi oleh elektron yang bergerak dalam orbit sirkular mengelilingi inti mirip sistem tata surya, tetapi peran gaya gravitasi digantikan oleh gaya elektrostatik. Model ini adalah pengembangan dari model puding prem (1904), model Saturnian (1904), dan model Rutherford (1911). Karena model Bohr adalah pengembangan dari model Rutherford, banyak sumber mengkombinasikan kedua nama dalam penyebutannya menjadi model Rutherford-Bohr. Seperti sudah diketahui sebelumnya, Rutherford mengemukakan teori atom Rutherford berdasarkan percobaan hamburan sinar alfa oleh partikel emas yang dilakukannya.
Diawali dari pengamatan Niels Bohr terhadap spektrum atom, adanya spectrum garis menunjukkan bahwa elektron hanya beredar pada lintasan-lintasan dengan energi tertentu. Dengan teori Mekanika Kuantum Planck, Bohr (1913) menyampaikan postulat untuk menjelaskan kestabilan atom.
Postulat Bohr :
1)              Elektron mengelilingi inti atom pada lintasan tertentu yang stasioner yang disebut orbit/kulit. Walaupun elektron bergerak cepat tetapi elektron tidak memancarkan atau menyerap energi sehingga energi elektron konstan. Hal ini berarti elektron yang berputar mengelilingi inti atom mempunyai lintasan tetap sehingga elektron tidak jatuh ke inti.
2)              Elektron dapat berpindah dari kulit yang satu ke kulit yang lain dengan memancarkan atau menyerap energi. Energi yang dipancarkan atau diserap ketika elektron berpindah-pindah kulit disebut foton.
3)              Elektron-elektron dalam atom hanya dapat melintasi lintasan-lintasan tertentu yang disebut kulit-kulit atau tingkat-tingkat energi.
4)              Kedudukan elektron dalam kulit-kulit, tingkat-tingkat energi dapat disamakan dengan kedudukan seseorang yang berada pada anak-anak tangga. Seseorang hanya dapat berada pada anak tangga pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya, tetapi ia tidak mungkin berada di antara anak tangga-anak tangga tersebut.
Apabila elektron dengan tingkat energi rendah pindah ke lintasan dengan tingkat energi lebih tinggi maka elektron akan menyerap energi, peristiwa ini disebut eksitasi. Sebaliknya, apabila elektron pindah dari lintasan dengan tingkat energi lebih tinggi ke lintasan dengan tingkat energi lebih rendah maka elektron akan memancarkan energi, peristiwa ini disebut deeksitasi. Baik eksitasi maupun deeksitasi disebut peristiwa transisi elektron. Energi yang diserap atau dipancarkan pada peristiwa transisi elektron ini dinyatakan dengan persamaan:


Rounded Rectangle: ΔE = hv
 



Keterangan:
ΔE = perbedaan tingkat energi
h = tetapan Planck = 6,6 × 10–34 J/s
v = frekuensi radiasi
5)               Energi yang dipancarkan/diserap ketika terjadi transisi elektron terekam sebagai spektrum atom.
Kelebihan Teori Atom Bohr 
  1. Menjawab kelemahan dalam model atom Rutherford dengan mengaplikasikan teori kuantum.
  2. Menerangkan dengan jelas garis spektrum pancaran (emisi) atau serapan (absorpsi) dari atom hidrogen.
Kelemahan Teori Atom Bohr 
  1. Terjadi penyimpangan untuk atom yang lebih besar dari hidrogen.
  2. Tidak dapat menerangkan efek Zaeman, yaitu spektrum atom yang lebih rumit apabila atom ditempatkan pada medan magnet.
3.      Hanya mampu menjelaskan spektrum atom hidrogen tetapi tidak mampu menjelaskan spectrum atom yang lebih kompleks (dengan jumlah elektron yang lebih banyak).
4.      Orbit/kulit elektron mengelilingi inti atom bukan berbentuk lingkaran melainkan berbentuk elips.
5.      Bohr menganggap elektron hanya sebagai partikel bukan sebagai partikel dan gelombang, sehingga kedudukan elektron dalam atom merupakan kebolehjadian.
Model atom Bohr
Model atom Bohr
Model atom Bohr tersebut dapat dianalogkan seperti sebuah tata surya mini. Pada tata surya, planet-planet beredar mengelilingi matahari. Pada atom, elektron-elektron beredar mengelilingi atom, hanya bedanya pada sistem tata surya, setiap lintasan (orbit) hanya ditempati 1 planet, sedangkan pada atom setiap lintasan (kulit) dapat ditempati lebih dari 1 elektron.
Dalam model atom Bohr ini dikenal istilah konfigurasi elektron, yaitu susunan elektron pada masing-masing kulit. Data yang digunakan untuk menuliskan konfigurasi elektron adalah nomor atom suatu unsur, di mana nomor atom unsur menyatakan jumlah elektron dalam atom unsur tersebut. Sedangkan elektron pada kulit terluar dikenal dengan sebutan elektron valensi. Susunan elektron valensi sangat menentukan sifatsifat kimia suatu atom dan berperan penting dalam membentuk ikatan dengan atom lain.
Untuk menentukan konfigurasi elektron suatu unsur, ada beberapa patokan yang harus selalu diingat, yaitu:
a.       Dimulai dari lintasan yang terdekat dengan inti, masing-masing lintasan disebut kulit ke-1 (kulit K), kulit ke-2 (kulit L), kulit ke-3 (kulit M), kulit ke-4 (kulit N), dan seterusnya.
b.      Jumlah elektron maksimum (paling banyak) yang dapat menempati masing-masing kulit adalah:


Rounded Rectangle:     2 n2
 


dengan n = nomor kulit
Kulit K dapat menampung maksimal 2 elektron.
Kulit L dapat menampung maksimal 8 elektron.
Kulit M dapat menampung maksimal 18 elektron, dan seterusnya.
c.       Kulit yang paling luar hanya boleh mengandung maksimal 8 elektron.

Ø  Tingkatan energi elektron dalam atom hidrogen
Model Bohr hanya akurat untuk sistem satu elektron seperti atom hidrogen atau helium yang terionisasi satu kali. Bagian ini hendak menurunkan rumusan tingkat-tingkat energi atom hidrogen menggunakan model Bohr.
Penurunan rumus didasarkan pada tiga asumsi sederhana:
1) Energi sebuah elektron dalam orbit adalah penjumlahan energi kinetik dan energi potensialnya:
E \,
=E_{kinetik} + E_{potensial} \quad \quad \quad \quad \quad \quad (1) \,

= \begin{matrix} \frac{1}{2} \end{matrix}m_e v^2 - \frac{k q_e^2}{r}
dengan k = 1 / ({4 \pi \epsilon _0}), dan q_e adalah muatan elektron.
2) Momentum sudut elektron hanya boleh memiliki harga diskret tertentu:
L = m_e v r = n \frac{h}{2 \pi} = n \hbar \quad \quad \quad \quad \quad (2) \,
dengan n = 1,2,3,… dan disebut bilangan kuantum utamah adalah konstanta Planck, dan \hbar=h/(2\pi).
3) Elektron berada dalam orbit diatur oleh gaya coulomb. Ini berarti gaya coulomb sama dengan gaya sentripetal:
\frac{kq_e^2}{r^2} = \frac{m_e v^2}{r} \quad \quad \quad \quad \quad \quad \quad \quad \quad \quad (3) \,
Dengan mengalikan ke-2 sisi persamaan (3) dengan r didapatkan:
\frac{kq_e^2}{r} = m_e v^2. \quad \quad \quad \quad \quad \quad \quad \quad \quad \quad \quad (4) \,
Suku di sisi kiri menyatakan energi potensial, sehingga persamaan untuk energi menjadi:
E = \begin{matrix} \frac{1}{2} \end{matrix}m_e v^2 - \frac{k q_e^2}{r} = -\begin{matrix} \frac{1}{2} \end{matrix} m_e v^2 \quad \quad \quad \quad (5) \,
Dengan menyelesaikan persamaan (2) untuk r, didapatkan harga jari-jari yang diperkenankan:
r = \frac{n \hbar}{m_e v}. \quad \quad \quad \quad \quad \quad \quad \quad \quad \quad \quad         \quad \quad (6) \,
Dengan memasukkan persamaan (6) ke persamaan (4), maka diperoleh:
k q_e^2 \frac{m_e v}{n\hbar} = m_e v^2 \quad \quad \quad \quad \quad \quad \quad \quad \quad \quad (7) \,
Dengan membagi kedua sisi persamaan (7) dengan mev didapatkan
\frac{k q_e^2}{n \hbar} = v \quad \quad \quad \quad \quad \quad \quad \quad \quad \quad \quad \quad \quad \quad (8) \,
Dengan memasukkan harga v pada persamaan energi (persamaan (5)), dan kemudian mensubstitusikan harga untuk k dan \hbar, maka energi pada tingkatan orbit yang berbeda dari atom hidrogen dapat ditentukan sebagai berikut:
E _n \,
= \frac{-1}{2} m_e \left( \frac{k q_e^2}{n \hbar} \right)^2 \,

= \frac{-1}{2} m_e \left(\frac{1}{4 \pi \epsilon_0} q_e^2 \frac{2 \pi}{n h} \right)^2 \,

= \frac{-m_e q_e^4}{8 h^2 \epsilon_{0}^2} \frac{1}{n^2} \quad \quad \quad \quad \quad \quad \quad \quad \quad \quad (9) \,
Dengan memasukkan harga semua konstanta, didapatkan,
E_n = (-13.6 \ \mathrm{eV}) \frac {1}{n^2} \,

Dengan demikian, tingkat energi terendah untuk atom hidrogen (n = 1) adalah -13.6 eV. Tingkat energi berikutnya (n = 2) adalah -3.4 eV. Tingkat energi ketiga (n = 3) adalah -1.51 eV, dan seterusnya. Harga-harga energi ini adalah negatif, yang menyatakan bahwa elektron berada dalam keadaan terikat dengan proton. Harga energi yang positif berhubungan dengan atom yang berada dalam keadaan terionisasi yaitu ketika elektron tidak lagi terikat, tetapi dalam keadaan tersebar.